Perjalanan kami di semester pertama di
2014 ditutup dengan melakukan pendakian ke Gunung Cikuray, Garut, Jawa Barat,
yang memiliki ketinggian 2845 mdpl. Sepenuhnya, kami sadari, pendakian ini
ialah panggilan semesta mensyukuri HUT DKI Jakarta yang jatuh setiap tanggal 22
Juni, dengan cara berbeda : yaitu cara manusia mencintai tanah airnya. Seperti
sudah menjadi rumus yang tak dapat dipecahkan : sesering kami turun gunung,
sesering itu juga kami hendak kembali mendaki. (red : pendakian ini berjarak 2
bulan dari pendakian kami -ekspedisi jejak rimba- ke Gunung Gede).
Jumat, 20 Juni 2014, di Pom Bensin Shell
depan Giant Bekasi, kami sepakat bertemu dan berangkat dari lokasi tersebut.
Planning awalnya, kami berangkat menggunakan tronton pukul 22.00 WIB, namun
berubah menyesuaikan keadaan yakni menggunakan angkot dan berangkat pukul 23.00
WIB. Perubahan waktu dapat dimengerti oleh semua anggota rombongan karena masih
harus menunggu 2 rekan yang mengikuti mata kuliah di kampusnya terlebih dahulu.
Yang mengherankan ialah perubahan akomodasi dari tronton menggunakan angkot, beberapa
di antaranya mengucek mata berkali-kali dan akhirnya sadar : “Oh, ini toh
trontonnya Bekasi (sekali lagi, Bekasi)..”. Rupanya ini angkot fenomenal, sudah
terbiasa disewa untuk perjalanan pendakian khususnya rute Jakarta – Garut
(Papandayan/Cikuray). Nah, di rest area Cipularang, kami bertemu pendaki lain
(ke Gn. Papandayan) yang menggunakan angkot yang satu grup dengan angkot kami.
Sampai di Garut, wilayah sebelum masuk
kawasan Gunung Cikuray, pukul 04.00 dini hari, kami sempatkan rebahan, makan, dan
shalat sejenak sebelum melanjutkan perjalanan. Dari sini (masih naik angkot)
menuju kaki Gunung Cikuray, perjalanan dilanjutkan dengan track yang penuh
kelok dan berbatu. Beruntung, sopir angkot yang kami sewa sudah terbiasa
sehingga kami tinggal duduk manis. Bagi kalian yang telah berada di pertigaan
kebun teh, dapat naik ojek atau menyewa angkot/pick-up karena jarak menuju
basecamp (pos pendaftaran) masih sangat jauh. Informasi yang kami dapat, jangan
mudah percaya dengan angkot/pick-up daerah sana yang menawarkan akan mengantar
sampai basecamp, karena beberapa dikerjai hanya diantar sampai perbatasan
kebun. Memasuki kebun teh, kami dimintai retribusi Rp. 3000/org, dan waah kami disuguhi
asri dan hijaunya perkebunan.
Basecamp Gunung Cikuray (Pemancar)
Basecamp / pos pendaftaran tampak berbeda
dari pos pendaftaran di gunung lain, setidaknya dari tempat yang telah kami
singgahi. Sekiranya Pemerintah setempat dapat lebih memperhatikan bangunan ini
untuk dapat dinikmati para pendaki yang bisa berasal dari luar negeri. Dari
kejauhan, kalian akan melihat banyak tiang pemancar, itu artinya kalian sudah
semakin dekat dengan pos pendaftaran. Di sini, kalian harus mendaftarkan nama
rombongan yang melakukan pendakian. Kami pun ikut mendaftarkan nama-nama :
Daniel, Nanda, Susan, Beta, Dety, Rubby, Rajif, Eko, Bani, Sydiq, dan Alpath.
Sebelas orang dengan rincian 8 laki-laki dan 3 perempuan (perlu dijelaskan
karena nama Nanda ambigu kan? Pasti deh..)
Sekilas gunung ini nampak dekat dan mudah
didaki, apalagi yang biasa mendaki di atas 3000 mdpl, kemungkinan perasaannya
akan meninggi (mendekati belagu-lah kalau orang betawi bilang). Nah, perasaan
itu harus dihilangkan buru-buru, nanti kaget. Ternyata, tracknya nanjak terus,
engga ada bonusnya. Gaya dengkul ketemu dagu pun tak terhindarkan. Perjalanan
dari basecamp ke POS I sekitar 60 menit dan POS I ke POS 2 dengan waktu tempuh
yang sama.
Di POS 2 terdapat sumber mata air dari
pipa yang sedikit berlubang. Di tengah perjalanan POS 2 ke POS 3, kami tersadar
persediaan air telah habis, sementara perjalanan masih panjang ditambah masih
harus turun kembali. Beberapa di antara kami (3 orang) turun kembali ambil air.
Saat itu, khususnya yang perempuan sudah haus tak tertahankan lagi. Akhirnya,
yang ditunggu-tunggu datang. Bani datang dari kejauhan dengan membawa beberapa
botol minum air, dan kami menyambutnya dengan antusias.
“Air, air, air….” teriak beberapa orang.
Dan, alangkah terkejutnya kami saat melihat botol tersebut : ENGGA ADA AER-nye.
Dengan keadaan menahan haus (perut geruk geruk, bibir kering, dan tenggorokan
penuh harap), kami harus sedikit tertawa melihat tingkah Bani, yang ternyata
selama perjalanan turun, dia pungut sampah-sampah botol dan dibawanya naik
diantar ke kami yang menunggu air. Pertanyaannya : “Kenapa elu kagak sekalian
isi aer tuh botol??”. Kami tempuh perjalanan dari POS 2 ke POS 3 sekitar 105
menit.
Di POS 4, hujan turun. Kami mendirikan fly
sheet untuk berteduh dan mempersiapkan jas hujan. Tak kunjung reda, beberapa
orang memutuskan melanjutkan perjalanan karena diam semakin mendinginkan tubuh,
seperti diam seorang perempuan yang bisa mendinginkan suasana malam (hahaa..).
Di tengah perjalanan, hujan semakin deras dan track pun dialiri air. Kami
putuskan untuk mendirikan tenda sembari menunggu rombongan lain yang berada di
belakang. Nanda (pria), datang menyusul, memberitahukan rombongan yang masih di
bawah, juga sudah mendirikan tenda di POS 5 dan tidak dapat menyusul ke atas
karena kondisi tidak memungkinkan.
Dari tenda rombongan di atas, jumlah orang
dengan kapasitas tenda ternyata over capacity. Rekan kami, Alpath, menawarkan
pengorbanan untuk tidur di luar, sementara Bani (adiknya.. eh kakaknya apa
adiknya ya?) juga mengajukan diri menawarkan pengorbanan. Dengan berbekal
bantal, jaket, & sleeping bag, mereka berdua pun tidur pulas di luar tenda.
Pagi hari, kami dikejutkan oleh sosok misterius yang entah kapan, berada di
kaki-kaki kami. Dengan terus mengucap doa, kami secara perlahan bangun dan
membuka ruang untuk melihat ada apa gerangan. Dan, ternyata, sekali lagi, Bani
membuat kami senyum kecil nan kecut, dirinya menyempil di antara sleeping bag
kami karena kedinginan. Kemarin malam siapa yang mengajukan diri yaghh.. hufh..
Eko dan Alpath pun bangun dan mengambil
konsumsi dari tenda bawah. Sekembalinya, rupanya tenda ditutup. Kemungkinan
mereka memilih tidur kembali. Dengan nada bercanda, kami goda tidur mereka
dengan menakut-nakuti mereka kalau makanan akan kami habiskan. Namun, ternyata
engga bangun-bangun, penasaran pun hinggap, ada apa?
Sreeeett, kami buka tenda dan pantessss.
Dari lima orang yang bangun tadi, 3 orang memilih naik duluan, dan tinggal 2
orang tidur puless. Setelah menunggu rombongan dari bawah, kami gegas menuju
Puncak yang informasinya sudah dekat (padahal masih 2 jam-an). Pukul 11.00
siang, kami –Arnacala Indonesia- pun tiba di Puncak Gunung Cikuray. Pemandangan
dari sini, sungguh indah, dan tak lupa kami foto donksss..
Dua jam kami di Puncak, lalu perjalanan
pulang pun dimulai. Sepanjang turun gunung, kami kompak bercanda dan tertawa,
ampuh menghilangkan lelah. Di tengah turun, hujan kembali mengguyur. Kami
berhenti di POS 2, karena maghrib dan Dety pun kedinginan. Semua berkumpul
ngariung untuk saling menghangatkan, sayang engga ada yang muter lagu Meteor
Garden, padahal momennya pas nih..
Di saat ngarepin ada lagu yang feel-nya
pas dengan perjalanan, yang ada kejadian aneh menimpa kami. Dari ditimpuk,
dilihatin, dengar suara tangisan, sampe ditabrak.. Elu bayangin dah, ditabrak!
Kami menyarankan untuk tidak melewati POS 2 selepas maghrib. Namun, semesta
menuntun kami dari hal-hal yang tidak diinginkan. Cerita yang seolah-olah
mistis (Bani si pengambil botol tanpa air dan penyelinap tidur di antara
sleeping bag lalu Eko & Alpath menggoda bangun anggota di tenda yang
kosong) ditutup dengan cerita yang benar-benar mistis sampai membuat bulu kuduk
merinding. Sebuah pembelajaran baru didapat..
Minggu, 22 Juni 2014 pukul 19.30, kami
sampai di basecamp. Sempatkan bersih-bersih, kami turun pukul 21.00 dengan
angkot yang setia menunggu. Sampe di Bekasi hari Senin, 23 Juni pukul 05.00
pagi..
Terima kasih, semesta..
Budget :
Angkot (PP setia menunggu) Rp. 160.000/org
Retribusi kebun teh Rp. 3000/org
Sumbangan basecamp seikhlasnya (Rp. 5000)
Makan sebelum naik dan setelah turun
gunung (Rp. 30.000)
Gan info contak person angkot pp bekasi garut gan ,
BalasHapus