Kamis, 12 Maret 2015

EAV3 : MAHAMERU!

Persiapan Ekspedisi Abu Vulkanik (EAV) 3 Gunung Semeru sedikit spesial karena dilakukan hampir 3 bulan lamanya sebelum hari keberangkatan. Berbeda dengan ekspedisi lainnya, ada 3 hal yang kiranya mendasari lamanya persiapan tersebut :
a.   Ekspedisi dilakukan di hari libur (tanggal merah) dengan estimasi peserta
      di atas 20 orang;
b.   Gunung Semeru merupakan gunung berapi tertinggi di Pulau Jawa dan
      ketiga tertinggi di Indonesia setelah Gunung Kerinci di Jambi dan
      Gunung Rinjani di Lombok;
c.    Ekspedisi tutup tahun di tahun 2014.

Sebagaimana disepakati bersama, Gunung Semeru akhirnya dipilih menjadi destinasi ekspedisi tutup tahun di 2014 dengan pertimbangan : refleksi kebersamaan. Cerita semeru di film 5cm yang menampilkan pemandangan alam nan megah dengan kisah persahabatannya mendorong mayoritas di antara kami begitu excited. Bisa jadi benar, ekspedisi ini akan merefleksikan 1 tahun kebersamaan Arnacala Indonesia yang jatuh pada 13 Januari 2015. 

Seluruh proses persiapan dilakukan seperti biasa. Sounding ekspedisi pun disebar dengan rincian : a). Waktu : Rabu s.d Minggu, 24 s.d 28 Desember 2014; dan b. Biaya : Rp. 510.000/org.. Sampai batas tutup pendaftaran, sebanyak 24 orang mendaftarkan diri EAV3 Gunung Semeru, yang di antaranya ialah 3 orang angkatan EAV1 & 1 orang angkatan EAV2. Mereka kembali angkat carriel memenuhi panggilan semesta. Ekspedisi ini adalah EAV ketiga Gunung Semeru yang dilakukan oleh Arnacala Indonesia, setelah sebelumnya pada EAV1 Arnacala Indonesia memberangkatkan 2 orang dan pada EAV2 memberangkatkan 4 orang.

Pernah suatu hari aku miliki obsesi
Menaklukan hati wanita yang ku cintai
Hari ini ku penuhi janji
Puncak mahameru, kan jadi saksi…

(Erdy untuk Bani)

Sudah bukan rahasia, keinginan mendaki selalu saja diselimuti romantisme hati. Sayang saja, dambaan hati seringkali tak direstui mendampingi lelaki pergi : berdua melihat indahnya Indonesia dari puncak tertinggi. Petualang tak ingin malang, secarik kertas ditulis tuk sampaikan salam dan isi perasaannya.

Rabu, 24 Desember 2014 pukul 13.00, satu per satu dari 24 peserta ekspedisi mulai berdatangan di Stasiun Senen Jakarta Pusat. Sembari menunggu jadwal berangkat pukul 15.15, kami berkenalan satu sama lain. Beberapa di antaranya, sibuk dengan handphone-nya dan lainnya sedang dalam perjalanan menuju Stasiun. Cara semesta mempertemukan kami memang penuh misteri : semesta berusaha menyingkirkan kekakuan hubungan manusia dengan sebuah perjalanan bersama.

Kereta Ekonomi Matarmaja tujuan akhir Stasiun Malang sudah datang. Seluruh rombongan dengan tertib dan masuk antrian gerbong 8. Suasana kereta api sekarang dan dahulu memang sudah sangat berbeda. Setidaknya di tahun 2009, perjalanan kami ke Stasiun Tawang (pendakian Gunung Merbabu), suasana di dalam kereta masih engga karuan : penuh asap rokok, penumpang tanpa tiket main serobot tempat duduk, pengamen datang silih berganti, dan sebagainya. Maka, untuk kami yang gemar melakukan perjalanan jauh dengan biaya transportasi murah, reformasi perkereta-apian di Indonesia, patut diacungi seribu jempol..

Oh, keasikan bercerita, di dalam gerbong kereta api ini, izinkan kami memperkenalkan diri : Daniel, Sydiq, Rivan, Bani, Dety, Chely, Alpath, Hendra, Susan, Rico, Terre, Boim, Ian, Mistanto, Imron, Ervin, Sendy… Waduuh, penumpang satu gerbong kenapa jadi pada liatin kami? Hemm, rupanya mimpi.. Kami tertidur pulas setelah lelah mengobrol dan bercanda ria.

Kamis, 25 Desember 2014, rombongan EAV3mahameru tiba di Stasiun Malang pukul 07.30 WIB. Langit cerah dan hembusan angin kota Malang menyemangati kami yang baru turun dari kereta. Rekan kami yang sudah sampai sejak pukul 02.00 dini hari, segera bergabung dengan 17 orang lainnya, sehingga jumlah kami lengkap saat ini yaitu 23 orang. Keriuhan orang-orang ber-carriel dalam jumlah banyak, membuat puluhan pasang mata mengalihkan perhatiannya kepada kami. Sudah pasti, sopir angkot pun juga…

Setelah tawar menawar harga, kami charter 3 angkot untuk mengantarkan kami ke Basecamp Tumpang. Perjalanan relatif cepat, hanya 1 jam dari Stasiun Malang. Di basecamp ini, kami mengurus perizinan pendakian dengan menyerahkan surat sehat dari dokter dan fotocopy KTP. Kesibukan tampak di masing-masing peserta rombongan : ada yang makan, rebahkan badan, dan carriel yang di-packing ulang. Orang penting di rombongan fokus memikirkan langkah selanjutnya bepergian yaitu menyewa mobil jeep. Dengan kendaraan inilah, sepanjang perjalanan menuju Desa Ranu Pani, kami disajikan pemandangan yang tidak kami dapat di Jakarta. Tampak pohon apel dengan buahnya tumbuh subur membuat rombongan berinisiatif berhenti sejenak. Benar, kami membelinya, untuk bekal perjalanan.

Yang awalnya gerimis mengiringi, berganti menjadi hujan dengan buliran air dalam volume dan intensitas tinggi. Terpal mobil jeep yang tidak dapat meng-cover seluruh penumpang membuat beberapa orang pasrah basah dan pastinya menahan dingin. Kami sampai di Ranu Pani pukul 13.45 WIB. Hujan tak kunjung reda, kami berteduh di sebuah pos yang tak terpakai. Ramai-ramai mengeluarkan jas hujan dan mengamankan barang-barang penting di carriel masing-masing.

Jumlah pendaki yang saat itu kami temui di Ranu Pani tidak bisa disebut sedikit. Mereka datang dari berbagai penjuru dengan tujuan sama dengan kami untuk menjumpai mahameru. Derasnya hujan dan hasrat mendaki dengan puluhan pendaki lain, membuat semangat rombongan mengalahkan rasa dingin yang menyelimuti tubuh mereka. Setelah mendapat brifing mengenai pantangan-pantangan selama perjalanan dari penjaga, akhirnya kami mulai mendaki.

Perjalanan menuju POS 1 cukup jauh, hari semakin gelap, kami mulai gunakan head lamp untuk penerangan. Sisi kiri kami yang jurang dan banyaknya batang pohon yang menghalangi pandangan membuat kami harus berhati-hati, khususnya supaya carrier tidak tersangkut saat menunduk. Medan sampai ke POS 1 ini relatif landai.

Pos demi pos dan track demi track kami lalui. Karena hujan, beberapa titik di track sedikit licin. Hujan pun berhenti dan kami tetap lanjutkan perjalanan menuju Ranu Kombolo. Bintang-bintang selepas hujan menemani riuh keramaian kami di track sepanjang perjalanan. Pukul 23.30 WIB, kami sampai di Ranu Kumbolo, danau yang dibicarakan banyak pendaki karena keindahannya. Saat itu, hari sudah malam. Kami segerakan membuka tenda dan lainnya berinisiatif memasak. Satu persatu dari kami bergantian mengganti pakaian yang sudah basah hujan kehujanan. Tidur lelap sudah tak terhindarkan, setelahnya.

Mentari 25 Desember membangunkan kami. Danau Ranu Kumbolo yang begitu melegenda menjadi halaman depan rumah kami. Terbentang danau di tengah gunung disinari matahari pagi dalam balutan udara dingin bekas hujan semalam, membuat pagi itu begitu sulit dilupakan oleh kami. Romantisme begitu sulit dipisahkan. Puncak mahameru yang masih cukup jauh, membuat motivasi meninggi dengan pemandangan yang diberikan Ranu Kumbolo. Sudah pasti, kami mencari spot yang bagus untuk berfoto ria. Kini, kami punya bukti kalau kami sudah menjejaki danau melegenda itu.

Rencana melanjutkan perjalanan pukul 09.00 harus tertunda karena hujan turun kembali. Sembari menunggu hujan, semua masuk dalam tenda : tidur dan menahan dingin sambil sesekali bercanda. Langit tak juga merestui hujan berhenti, akhirnya kami putuskan untuk melanjutkan perjalanan dalam kondisi hujan. Rintangan yang sungguh menguji mental dan kebersamaan.

Tanjakan cinta yang juga melegenda kami lalui dengan harapan di pikiran masing-masing. Mitos tanjakan cinta sudah menjadi rahasia umum bahwa selama berjalan mendaki tanjakan cinta, kita harus pusatkan pikiran kita pada 1 pasangan yang kita cintai dan pantangannya tidak boleh nengok ke arah danau yang begitu menggoda. Kalau berhasil, maka mitosnya benar bahwa yang dipikirkan itu adalah jodoh kita. Sebaliknya kalau nengok, maka yang dipikirkan itu belum jodoh.

Mitos ini begitu dirasakan oleh Bani Zulkarnain, salah satu peserta EAV3. Pendakian tanjakan cinta paling berat dialami oleh Bani. Ia dengan serius memusatkan pikirannya pada satu nama perempuan. Sepanjang tanjakan, telinga kanan dan kirinya seolah banyak menerima panggilan dari orang-orang di belakangnya yang meneriaki namanya. Pikirannya saat itu berkecamuk sementara ia merasa heran mengapa peserta yang lain begitu mudah melalui tanjakan cinta ini. Dengan posisi kepala menunduk dan mata memandang ke bawah, ia berusaha sekuat tenaga melewati ujian tanjakan cinta ini. Meskipun, pada akhirnya berhasil, kami sempat perdebatkan attitude Bani yang tidak memandang ke arah depan melainkan menunduk. Dan, sepertinya kami yang benar bahwa yang ia pikirkan saat itu ialah bukan jodohnya.

Tujuan kami selanjutnya adalah Kalimati. Bunga yang biasa menjadi daya tarik di Oro Oro Ombo tidak bersemi seperti biasanya. Ekspedisi yang berjumlah 23 orang ini membuat perjalanan terpisah beberapa grup. Terpisahnya rombongan ini sebenarnya sudah direncanakan sebelum keberangkatan, namun tidak berjalan dengan baik. Situasi terpisah disini, lebih dikarenakan faktor yang tidak direncanakan atau berjalan dengan sendirinya. Namun, pada akhirnya, kami semua sampai di Kalimati dengan waktu kedatangan yang berbeda-beda. Di sini, kami mendirikan tenda dan menyiapkan segala sesuatunya untuk SUMMIT menuju Puncak Mahameru.

Pukul 00.30 WIB dengan udara yang dingin menusuk kulit, kami melangkahkan kaki menuju Puncak Mahamaeru. Perjalanan menuju Puncak Mahameru ialah track tersulit karena harus mendaki pasir dalam kondisi curam. Kami sudah siapkan tali untuk dorongan tarik bila salah satu di antara kami tidak kuat lagi mendaki. Cuaca yang dingin membuat pendakian ini semakin sulit karena bila kita diam, maka sudah pasti rasa dingin akan menusuk ke pori-pori. Di satu sisi, rasa lelah amat mensugesti kami untuk berhenti sejenak melepas lelah. Keinginan kuat kami yang ingin sampai Puncak Mahameru membuat kami pelan-pelan menjejakkan kaki selangkah demi selangkah. Kami sempat melihat seorang wanita pingsan di tengah track. Beberapa di antara kami juga sempatkan tidur di track, namun dibangunkan pendaki lain, dikarenakan berbahaya untuk tubuh.

Sekitar pukul 08.00 pagi, kami sampai di Puncak Mahameru. Kami berjabat tangan dan saling berpelukan, tanda syukur kami sampai di Puncak Mahameru, gunung tertinggi keempat di Indonesia. Kami mengabadikan gambar dengan perasaan yang luar biasa. Di Puncak ini, juga kami berkenalan dengan rombongan pendaki lain, salah satunya bernama Farah, yang membuat pendakian kami berwarna karena senyumnya yang memberi kami semangat kembali. Hahahahaaa…

Tak lama, kami di Puncak. Kami harus mengingat jadwal pulang. Hujan kembali mengiringi perjalanan kami ke Kalimati dan tak berhenti sampai malam, kami beristirahat di Kalimati. Sempat salah seorang rekan kami kedinginan dan sampai kerasukan, namun berhasil ditangani dengan baik. Berhubung cuaca dan kondisi fisik yang tidak memungkinkan, kami baru turun di pagi hari. Perjalanan turun ini juga harus dilalui dalam kondisi fisik yang tidak mendukung. Beberapa di antara kami, mengalami cedera di kaki dan kedinginan yang sulit hilang karena hujan masih saja terus mengguyur. Di setiap pos, kami sempatkan berhenti untuk beristirahat.

Kami sampai di Ranu Pani pukul 14.30-an. Dan, jadwal kereta kami adalah pukul 17.00. Kami harus pasrah tidak dapat sampai di stasiun sesuai jadwal. Sebelumnya, empat orang di antara kami yang memiliki jadwal kepulangan kereta pukul 10.00 sudah terlebih dahulu mengikhlaskan tiket keretanya. Pukul 19.00, kami lanjutkan perjalanan ke basecamp Tumpang. Tiba di sana, kami beristirahat sambil mencari cara mendapatkan tiket pulang ke Jakarta. Tidak terlalu sulit, karena kami mendapatkan kemudahan dari CAKRAWALA TOUR & TRAVEL dalam urusan tiket, yang berhubung owner mereka adalah salah satu member kami.

Pagi tanggal 29 Desember, kami bangun menyambut kepulangan kami dengan pesawat, beberapa di antaranya menggunakan bus. Penerbangan sendiri terbagi menjadi 3 kloter : pukul 14.10, pukul 14.35, dan pukul 16.00.. Apess, angkot yang mengantar kami dari Basecamp Tumpang menuju Bandara Juanda bukanlah angkot yang bisa ngebut. Benar saja, keberangkatan pukul 14.10 WIB sudah tidak terkejar dan alhasil harus re-schedule, sementara kloter lainnya tetap berangkat seperti biasa. Kami semua sampai di Jakarta dengan selamat dan dengan menyimpan cerita heroik yang luar biasa.

Di titik ini, kami sebagai sebuah tim sadar masih banyak yang harus dibenahi. Dan, kami mengucap syukur pendakian ini terjadi di akhir tahun dimana kami senantiasa melakukan evaluasi diri dan tim, sebelum semuanya terlambat. Sebagai kumpulan pribadi yang dipertemukan semesta, sudah sepatutnya kami merendahkan hati untuk mengukur diri sejauh mana kami sudah berbuat untuk sesama dan alam.

Sampaikan pada semesta, kami _Arnacala Indonesia_ adalah superteam. Sejauh rintangan menghadang, dua kali lipat kami bangkit. Sejauh masalah mendera, dua kali lipat kami bersolusi. Dan, sebanyak kami bermasalah, sebanyak itu pula kami akan semakin dekat dan semakin dekat, karena kau salah _semesta_ kalau menganggap kami sekedar rombongan tour kawanan anak kecil.

#EAV3mahameru sudah mengajarkan banyak pada kami, semesta..


Tidak ada komentar:

Posting Komentar