Persiapan
Ekspedisi Abu Vulkanik (EAV) 3 Gunung Semeru sedikit spesial karena dilakukan
hampir 3 bulan lamanya sebelum hari keberangkatan. Berbeda dengan ekspedisi
lainnya, ada 3 hal yang kiranya mendasari lamanya persiapan tersebut :
a.
Ekspedisi dilakukan di hari libur (tanggal merah) dengan estimasi peserta
di
atas 20 orang;
b.
Gunung Semeru merupakan gunung berapi tertinggi di Pulau Jawa dan
ketiga
tertinggi di Indonesia setelah Gunung Kerinci di Jambi dan
Gunung Rinjani di
Lombok;
c.
Ekspedisi tutup tahun di tahun 2014.
Sebagaimana
disepakati bersama, Gunung Semeru akhirnya dipilih menjadi destinasi ekspedisi
tutup tahun di 2014 dengan pertimbangan : refleksi kebersamaan. Cerita semeru
di film 5cm yang menampilkan pemandangan alam nan megah dengan kisah
persahabatannya mendorong mayoritas di antara kami begitu excited. Bisa jadi
benar, ekspedisi ini akan merefleksikan 1 tahun kebersamaan Arnacala Indonesia
yang jatuh pada 13 Januari 2015.
Seluruh
proses persiapan dilakukan seperti biasa. Sounding ekspedisi pun disebar dengan
rincian : a). Waktu : Rabu s.d Minggu, 24 s.d 28 Desember 2014; dan b. Biaya :
Rp. 510.000/org.. Sampai batas tutup pendaftaran, sebanyak 24 orang
mendaftarkan diri EAV3 Gunung Semeru, yang di antaranya ialah 3 orang angkatan
EAV1 & 1 orang angkatan EAV2. Mereka kembali angkat carriel memenuhi
panggilan semesta. Ekspedisi ini adalah EAV ketiga Gunung Semeru yang dilakukan
oleh Arnacala Indonesia, setelah sebelumnya pada EAV1 Arnacala Indonesia
memberangkatkan 2 orang dan pada EAV2 memberangkatkan 4 orang.
Pernah suatu hari aku miliki obsesi
Menaklukan hati wanita yang ku cintai
Hari ini ku penuhi janji
Puncak mahameru, kan jadi saksi…
(Erdy
untuk Bani)
Sudah
bukan rahasia, keinginan mendaki selalu saja diselimuti romantisme hati. Sayang
saja, dambaan hati seringkali tak direstui mendampingi lelaki pergi : berdua
melihat indahnya Indonesia dari puncak tertinggi. Petualang tak ingin malang,
secarik kertas ditulis tuk sampaikan salam dan isi perasaannya.
Rabu,
24 Desember 2014 pukul 13.00, satu per satu dari 24 peserta ekspedisi mulai
berdatangan di Stasiun Senen Jakarta Pusat. Sembari menunggu jadwal berangkat
pukul 15.15, kami berkenalan satu sama lain. Beberapa di antaranya, sibuk
dengan handphone-nya dan lainnya sedang dalam perjalanan menuju Stasiun. Cara
semesta mempertemukan kami memang penuh misteri : semesta berusaha
menyingkirkan kekakuan hubungan manusia dengan sebuah perjalanan bersama.
Kereta
Ekonomi Matarmaja tujuan akhir Stasiun Malang sudah datang. Seluruh rombongan
dengan tertib dan masuk antrian gerbong 8. Suasana kereta api sekarang dan
dahulu memang sudah sangat berbeda. Setidaknya di tahun 2009, perjalanan kami
ke Stasiun Tawang (pendakian Gunung Merbabu), suasana di dalam kereta masih
engga karuan : penuh asap rokok, penumpang tanpa tiket main serobot tempat
duduk, pengamen datang silih berganti, dan sebagainya. Maka, untuk kami yang
gemar melakukan perjalanan jauh dengan biaya transportasi murah, reformasi
perkereta-apian di Indonesia, patut diacungi seribu jempol..
Oh,
keasikan bercerita, di dalam gerbong kereta api ini, izinkan kami
memperkenalkan diri : Daniel, Sydiq, Rivan, Bani,
Dety, Chely, Alpath, Hendra, Susan, Rico, Terre,
Boim, Ian, Mistanto, Imron, Ervin, Sendy… Waduuh, penumpang satu gerbong
kenapa jadi pada liatin kami? Hemm, rupanya mimpi.. Kami tertidur pulas setelah
lelah mengobrol dan bercanda ria.
Kamis,
25 Desember 2014, rombongan EAV3mahameru tiba di Stasiun Malang pukul 07.30
WIB. Langit cerah dan hembusan angin kota Malang menyemangati kami yang baru
turun dari kereta. Rekan kami yang sudah sampai sejak pukul 02.00 dini hari,
segera bergabung dengan 17 orang lainnya, sehingga jumlah kami lengkap saat ini yaitu 23
orang. Keriuhan orang-orang ber-carriel dalam jumlah banyak, membuat puluhan
pasang mata mengalihkan perhatiannya kepada kami. Sudah pasti, sopir angkot pun
juga…
Setelah
tawar menawar harga, kami charter 3 angkot untuk mengantarkan kami ke Basecamp
Tumpang. Perjalanan relatif cepat, hanya 1 jam dari Stasiun Malang. Di basecamp
ini, kami mengurus perizinan pendakian dengan menyerahkan surat sehat dari
dokter dan fotocopy KTP. Kesibukan tampak di masing-masing peserta rombongan :
ada yang makan, rebahkan badan, dan carriel yang di-packing ulang. Orang
penting di rombongan fokus memikirkan langkah selanjutnya bepergian yaitu
menyewa mobil jeep. Dengan kendaraan inilah, sepanjang perjalanan menuju Desa
Ranu Pani, kami disajikan pemandangan yang tidak kami dapat di Jakarta. Tampak
pohon apel dengan buahnya tumbuh subur membuat rombongan berinisiatif berhenti
sejenak. Benar, kami membelinya, untuk bekal perjalanan.
Yang
awalnya gerimis mengiringi, berganti menjadi hujan dengan buliran air dalam
volume dan intensitas tinggi. Terpal mobil jeep yang tidak dapat meng-cover
seluruh penumpang membuat beberapa orang pasrah basah dan pastinya menahan
dingin. Kami sampai di Ranu Pani pukul 13.45 WIB. Hujan tak kunjung reda, kami
berteduh di sebuah pos yang tak terpakai. Ramai-ramai mengeluarkan jas hujan
dan mengamankan barang-barang penting di carriel masing-masing.
Jumlah
pendaki yang saat itu kami temui di Ranu Pani tidak bisa disebut sedikit.
Mereka datang dari berbagai penjuru dengan tujuan sama dengan kami untuk
menjumpai mahameru. Derasnya hujan dan hasrat mendaki dengan puluhan pendaki
lain, membuat semangat rombongan mengalahkan rasa dingin yang menyelimuti tubuh
mereka. Setelah mendapat brifing mengenai pantangan-pantangan selama perjalanan
dari penjaga, akhirnya kami mulai mendaki.
Perjalanan
menuju POS 1 cukup jauh, hari semakin gelap, kami mulai gunakan head lamp untuk
penerangan. Sisi kiri kami yang jurang dan banyaknya batang pohon yang
menghalangi pandangan membuat kami harus berhati-hati, khususnya supaya carrier
tidak tersangkut saat menunduk. Medan sampai ke POS 1 ini relatif landai.
Pos
demi pos dan track demi track kami lalui. Karena hujan, beberapa titik di track
sedikit licin. Hujan pun berhenti dan kami tetap lanjutkan perjalanan menuju
Ranu Kombolo. Bintang-bintang selepas hujan menemani riuh keramaian kami di
track sepanjang perjalanan. Pukul 23.30 WIB, kami sampai di Ranu Kumbolo, danau
yang dibicarakan banyak pendaki karena keindahannya. Saat itu, hari sudah
malam. Kami segerakan membuka tenda dan lainnya berinisiatif memasak. Satu
persatu dari kami bergantian mengganti pakaian yang sudah basah hujan
kehujanan. Tidur lelap sudah tak terhindarkan, setelahnya.
Mentari
25 Desember membangunkan kami. Danau Ranu Kumbolo yang begitu melegenda menjadi
halaman depan rumah kami. Terbentang danau di tengah gunung disinari matahari
pagi dalam balutan udara dingin bekas hujan semalam, membuat pagi itu begitu
sulit dilupakan oleh kami. Romantisme begitu sulit dipisahkan. Puncak mahameru
yang masih cukup jauh, membuat motivasi meninggi dengan pemandangan yang
diberikan Ranu Kumbolo. Sudah pasti, kami mencari spot yang bagus untuk berfoto
ria. Kini, kami punya bukti kalau kami sudah menjejaki danau melegenda itu.
Rencana
melanjutkan perjalanan pukul 09.00 harus tertunda karena hujan turun kembali.
Sembari menunggu hujan, semua masuk dalam tenda : tidur dan menahan dingin
sambil sesekali bercanda. Langit tak juga merestui hujan berhenti, akhirnya
kami putuskan untuk melanjutkan perjalanan dalam kondisi hujan. Rintangan yang sungguh
menguji mental dan kebersamaan.
Tanjakan
cinta yang juga melegenda kami lalui dengan harapan di pikiran masing-masing.
Mitos tanjakan cinta sudah menjadi rahasia umum bahwa selama berjalan mendaki
tanjakan cinta, kita harus pusatkan pikiran kita pada 1 pasangan yang kita
cintai dan pantangannya tidak boleh nengok ke arah danau yang begitu menggoda.
Kalau berhasil, maka mitosnya benar bahwa yang dipikirkan itu adalah jodoh
kita. Sebaliknya kalau nengok, maka yang dipikirkan itu belum jodoh.
Mitos
ini begitu dirasakan oleh Bani Zulkarnain, salah satu peserta EAV3. Pendakian
tanjakan cinta paling berat dialami oleh Bani. Ia dengan serius memusatkan
pikirannya pada satu nama perempuan. Sepanjang tanjakan, telinga kanan dan
kirinya seolah banyak menerima panggilan dari orang-orang di belakangnya yang
meneriaki namanya. Pikirannya saat itu berkecamuk sementara ia merasa heran
mengapa peserta yang lain begitu mudah melalui tanjakan cinta ini. Dengan
posisi kepala menunduk dan mata memandang ke bawah, ia berusaha sekuat tenaga
melewati ujian tanjakan cinta ini. Meskipun, pada akhirnya berhasil, kami
sempat perdebatkan attitude Bani yang tidak memandang ke arah depan melainkan
menunduk. Dan, sepertinya kami yang benar bahwa yang ia pikirkan saat itu ialah
bukan jodohnya.
Tujuan
kami selanjutnya adalah Kalimati. Bunga yang biasa menjadi daya tarik di Oro
Oro Ombo tidak bersemi seperti biasanya. Ekspedisi yang berjumlah 23 orang ini
membuat perjalanan terpisah beberapa grup. Terpisahnya rombongan ini sebenarnya
sudah direncanakan sebelum keberangkatan, namun tidak berjalan dengan baik.
Situasi terpisah disini, lebih dikarenakan faktor yang tidak direncanakan atau
berjalan dengan sendirinya. Namun, pada akhirnya, kami semua sampai di Kalimati
dengan waktu kedatangan yang berbeda-beda. Di sini, kami mendirikan tenda dan
menyiapkan segala sesuatunya untuk SUMMIT menuju Puncak Mahameru.
Pukul
00.30 WIB dengan udara yang dingin menusuk kulit, kami melangkahkan kaki menuju
Puncak Mahamaeru. Perjalanan menuju Puncak Mahameru ialah track tersulit karena
harus mendaki pasir dalam kondisi curam. Kami sudah siapkan tali untuk dorongan
tarik bila salah satu di antara kami tidak kuat lagi mendaki. Cuaca yang dingin
membuat pendakian ini semakin sulit karena bila kita diam, maka sudah pasti
rasa dingin akan menusuk ke pori-pori. Di satu sisi, rasa lelah amat mensugesti
kami untuk berhenti sejenak melepas lelah. Keinginan kuat kami yang ingin
sampai Puncak Mahameru membuat kami pelan-pelan menjejakkan kaki selangkah demi
selangkah. Kami sempat melihat seorang wanita pingsan di tengah track. Beberapa
di antara kami juga sempatkan tidur di track, namun dibangunkan pendaki lain,
dikarenakan berbahaya untuk tubuh.
Sekitar
pukul 08.00 pagi, kami sampai di Puncak Mahameru. Kami berjabat tangan dan
saling berpelukan, tanda syukur kami sampai di Puncak Mahameru, gunung
tertinggi keempat di Indonesia. Kami mengabadikan gambar dengan perasaan yang
luar biasa. Di Puncak ini, juga kami berkenalan dengan rombongan pendaki lain,
salah satunya bernama Farah, yang membuat pendakian kami berwarna karena
senyumnya yang memberi kami semangat kembali. Hahahahaaa…
Tak
lama, kami di Puncak. Kami harus mengingat jadwal pulang. Hujan kembali
mengiringi perjalanan kami ke Kalimati dan tak berhenti sampai malam, kami
beristirahat di Kalimati. Sempat salah seorang rekan kami kedinginan dan sampai
kerasukan, namun berhasil ditangani dengan baik. Berhubung cuaca dan kondisi
fisik yang tidak memungkinkan, kami baru turun di pagi hari. Perjalanan turun ini
juga harus dilalui dalam kondisi fisik yang tidak mendukung. Beberapa di antara
kami, mengalami cedera di kaki dan kedinginan yang sulit hilang karena hujan
masih saja terus mengguyur. Di setiap pos, kami sempatkan berhenti untuk
beristirahat.
Kami
sampai di Ranu Pani pukul 14.30-an. Dan, jadwal kereta kami adalah pukul 17.00.
Kami harus pasrah tidak dapat sampai di stasiun sesuai jadwal. Sebelumnya,
empat orang di antara kami yang memiliki jadwal kepulangan kereta pukul 10.00
sudah terlebih dahulu mengikhlaskan tiket keretanya. Pukul 19.00, kami
lanjutkan perjalanan ke basecamp Tumpang. Tiba di sana, kami beristirahat
sambil mencari cara mendapatkan tiket pulang ke Jakarta. Tidak terlalu sulit,
karena kami mendapatkan kemudahan dari CAKRAWALA TOUR & TRAVEL dalam urusan
tiket, yang berhubung owner mereka adalah salah satu member kami.
Pagi
tanggal 29 Desember, kami bangun menyambut kepulangan kami dengan pesawat,
beberapa di antaranya menggunakan bus. Penerbangan sendiri terbagi menjadi 3
kloter : pukul 14.10, pukul 14.35, dan pukul 16.00.. Apess, angkot yang
mengantar kami dari Basecamp Tumpang menuju Bandara Juanda bukanlah angkot yang
bisa ngebut. Benar saja, keberangkatan pukul 14.10 WIB sudah tidak terkejar dan
alhasil harus re-schedule, sementara kloter lainnya tetap berangkat seperti
biasa. Kami semua sampai di Jakarta dengan selamat dan dengan menyimpan cerita
heroik yang luar biasa.
Di
titik ini, kami sebagai sebuah tim sadar masih banyak yang harus dibenahi. Dan,
kami mengucap syukur pendakian ini terjadi di akhir tahun dimana kami
senantiasa melakukan evaluasi diri dan tim, sebelum semuanya terlambat. Sebagai
kumpulan pribadi yang dipertemukan semesta, sudah sepatutnya kami merendahkan
hati untuk mengukur diri sejauh mana kami sudah berbuat untuk sesama dan alam.
Sampaikan
pada semesta, kami _Arnacala Indonesia_ adalah superteam. Sejauh rintangan
menghadang, dua kali lipat kami bangkit. Sejauh masalah mendera, dua kali lipat
kami bersolusi. Dan, sebanyak kami bermasalah, sebanyak itu pula kami akan
semakin dekat dan semakin dekat, karena kau salah _semesta_ kalau menganggap
kami sekedar rombongan tour kawanan anak kecil.
#EAV3mahameru
sudah mengajarkan banyak pada kami, semesta..